oleh Annisa Aulia Rosyadi
Dahulu kala, di Provinsi Kalimantan Timur, ada sebuah kerajaan yang
makmur dan sejahtera bernama Kerjaan Kutai. Semua rakyatnya hidup tentram dan bahagia. Kerajaan ini dipimpin oleh
seorang raja yang bijaksana, tampan, dan baik hati yang bernama Maharaja Sri
Wangsawarman. Karena itu, Wangsawarman sangatlah dicintai oleh rakyatnya. Beruntung,
raja ini memiliki seorang istri cantik jelita bernama Gandhari Lengkaradewi. Siapapun yang melihatnya
pasti akan terpana oleh aura kecantikan yang dipancarkan oleh wajahnya. Selain
cantik, Gandhari merupakan istri yang sangatlah setia kepada suaminya. Ke manapun
Wangsawarman pergi, ia seringkali mendampinginya. Sekarang, Gandhari sedang
hamil. Tinggal menghitung hari, lahirlah hasil buah cinta mereka.
Suatu hari, datanglah seorang wanita bernama Candralocana dari Negeri
Rantau Batu Gonali. Parasnya lumayan cantik, namun sangat disayangkan hatinya
tidak. Ia datang untuk meminjam persediaan beras karena wilayahnya sedang
dilanda kemarau panjang sehingga banyak padi yang mengalami gagal panen.
Ternyata, dibalik semua itu terdapat maksud lain. Rupanya, ia ingin merebut
wilayah kerajaan dan menggantikan posisi
Raja Wangsawarman.
“Baginda
Raja, bolehkah sementara ini saya meminjam persediaan beras yang Anda punya di
kerajaan ini?”
“Tentu
saja, silahkan ambil sebanyak apapun
yang Kamu mau.” ujar sang raja
“Terima
kasih Baginda. Benar kata orang, selain tampan ternyata Anda juga raja yang
baik.” sanjung Candralocana dengan senyum licik.
“Anda
bisa saja.” sahut Wangsawarman malu-malu.
“Yang
mulia, apa yang harus saya lakukan untuk membalas kebaikan anda?” Sambung Candralocana.
“Ada
sesuatu yang kuinginkan. Bisakah kau menemani istriku dalam proses kelahiran
anakku nanti? Aku tidak bisa berada disampingnya karena aku harus memimpin
sebuah pertempuran untuk mempertahankan wilayah kerajaanku ini. Aku sengaja
tidak memberitahunya karena aku tidak mau ia khawatir.” jawab Wangsawarman.
“Tentu
saja baginda, aku bersedia menolongmu.” ujar Candralocana.
Candralocana sangat senang dengan hal
ini. Dengan begitu, ia bisa memanfaatkan kesempatan yang diberikan untuk melenyapkan
sang ratu dan mengambil alih kekuasaan di kerajaan.
Jam dinding di kamar Gandhari sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam.
Inilah detik-detik lahirnya buah cinta mereka. Harap-harap cemas bercampur aduk
dalam benak Gandhari karena sejak tadi pagi ia tidak melihat sosok Wangsawarman.
Ia membutuhkan kehadiran Wangsawarman, namun yang ditunggu tak kunjung tiba. Gandhari
pun hanya bisa menjerit karena sakit
yang ia rasakan tanpa sosok Wangsawarman yang mendampinginya
Setelah memakan waktu yang cukup
lama, akhirnya anak mereka lahir. 5 bayi mungil. Bisa dibayangkan betapa
sakitnya, ia sampai-sampai tak sadarkan diri. Melihat hal itu, Candralocana langsung
bertindak cepat. Ia langsung membawa Gandhari
ke sebuah menara bernama Menara Londong, dan berniat mengurung Gandhari disana.
Suram, itulah suasana yang cocok untuk menggambarkan keadaan di Menara Londong.
Menara Londong dijaga oleh siluman ular yang sangatlah besar bernama Catra.
Tiba-tiba
Gandhari terbangun “Apa-apaan ini Candra, mengapa kau tega melakukan ini
padaku?”
“Diam
kau. Selangkah lagi aku akan menggantikan posisimu dan merebut wilayah
karajaanmu. Hahaha!” sambil mengikat Gandhari dengan seutas tali yang ia bawa.
“Apa
yang kamu lakukan? Dimana anak-anakku?” tanya Gandhari.
“Anak-anakmu
sudah mati dan aku melenyapkannya dengan tanganku sendiri.”
“Apa?!
Tega sekali Kau! Kau memang jahat! Tuhan pasti akan membalas perbuatanmu.
Lepasakan aku sekarang!” seru Gandhari.
Tanpa menghiraukan Gandhari, akhirnya Candralocana
langsung mengunci pintu penjara tanpa belas kasihan. Setelah mengurung
Gandhari, Candra langsung keluar dari Menara Londong, dan melanjutkan misi liciknya. 5 orang bayi yang tak berdosa akan
ia hanyutkan ke sebuah sungai dalam sebuah kelengkang
(sejenis keranjang besar).
Melihat gerak-gerik Candralocana yang mencurigakan, rupanya Harina
Warmandewi, juru masak sekaligus orang kepercayaan Raja Wangsawarman mengikuti
gerak-gerik Candralocana. Ia melihat kelakuan keji yang dilakukan Candralocana.
Ia langsung mengambil keranjang yang dihanyutkan Candralocana ke sungai dan menyelipkan
kalung yang didalamnya ada foto ibu mereka, yaitu Gandhari
“Maafkan saya ya, Nak, saya hanya bisa
melakukan ini, semoga kalian bisa bertemu dengan ibu kalian suatu saat nanti.”
kata Harina sambil berurai air mata
Candralocana yang belum jauh dari
sungai mendengar suara orang dan langsung menoleh ke belakang dan berjalan
mendekati Harina.
"Harina,
sedang apa kau? Cepat hanyutkan kembali keranjang itu! Jangan sekali-sekali kau
memberitahu Raja Wangsawarman, kalau tidak, Kau akan kuhabisi. Pergi sana!” ancam
Candralocana dengan mata melotot. Harina pun segera meninggalkan sungai
Keesokan harinya, Raja Wangsawarman
pulang dengan wajah gembira, ia ingin segera melihat wajah buah hati yang
selama ini di tunggu-tunggu. Namun semuanya tidak sesuai dengan yang
diharapkan.
“Hiks..hiks..
maafkan saya baginda raja” ujar Candralocana menangis
“Ada
apa, Candra, mengapa Engkau menangis?’ tanya Wangsawarman penasaran
“Istri
dan anakmu meninggal, Baginda.. hiks.. hiks” ujar Candralocana sambil berurai air
mata buaya.
“Apaaaaa?
Tidak mungkin!! Bagaimana bisaa? ” reru
Raja Wangsawarman yang tidak percaya dengan semua ini.
“Gandhari
kehilangan nyawanya saat melahirkan anakmu, dan sedihnya anakmu tak berhasil
terselamatkan. Jasad mereka sudah dimakamkan tadi pagi” sambung Candralocana.
Wangsawarman hanya terdiam mendengar apa yang disampaikan Candralocana.
Ia menyimpan berbagai tanya dalam hati. Sampai saat ini, tidak ada orang lain
yang berhasil menemukan makam Gandhari dan anaknya. Ia sangat yakin bahwa istri
dan anaknya masih hidup dan Candralocana hanya berbohong. Karena itu, ia mengadakan
sayembara siapa yang berhasil menemukan Sang Ratu, Gandhari, dan anaknya akan
di berikan hadiah berupa istana beserta isinya.
Semenjak ada isu yang menyebutkan bahwa
anak dan istri Raja Wangsawarman meninggal, keadaan kerajaan menjadi kacau karena
raja Wangsawarman menjadi tidak fokus dalam menjalankan urusan kerajaaan dan
sering menderita sakit.
Suatu keajaiban muncul. 5 saudara
yang dihanyutkan ke sungai oleh Candralocana selamat dan sekarang tumbuh menjadi
anak-anak yang hebat. Sekarang, mereka tinggal di sebuah gubuk dalam hutan terpencil. Rupanya, mereka diselamatkan
oleh seorang wanita paruh baya bernama Minawati. Minawati adalah seorang pencari kayu bakar yang hidup sebatang kara
di hutan terpencil. Suatu hari, saat ia sedang mencari kayu bakar di hutan, ia
melihat keranjang yang mengapung di pinggir sungai.
Karena penasaran, ia langsung menuju
sungai dan mengambil keranjang itu. Ia terkejut sekali karena ia melihat 5 bayi
mungil yang tidak berdosa kedinginan. Minawati langsung membawa para bayi itu ke gubuk sederhana yang ia tinggali saat
ini. Minawati melihat ada sebuah kalung
yang didalamnya ada wajah seorang wanita. Sempat terlintas dalam pikiran Minawati
bahwa wanita itu adalah ibu dari para bayi. Minawati pun memakaikannya kepada
salah satu dari bayi itu.
“Aduh, kasian sekali kalian, Nak. Kejam
sekali orang yang rela memerlakukan kalian seperti ini.” gumamnya.
Minawati sangatlah menyayangi anak-anak itu dan menganggapnya seperti
anak kandungnya sendiri. Setiap hari sebelum berangkat mencari kayu bakar,
Minawati selalu menyempatkan waktu untuk memandikan bayi-bayi itu dan
menyiapkan mereka sarapan.
Tidak terasa 10 tahun berlalu, bayi-bayi mungil sudah tumbuh menjadi anak-anak luar biasa yang memiliki kekuatan supranatural dan keistimewaan masing-masing.
Satria
Nara Gama, adalah anak yang paling tua. Sesuai
dengan namanya, ia bagaikan seorang kesatria yang pemberani. Ia sangatlah bijaksana
dan bertanggung jawab dan melindungi saudaranya. Ia memliki kelebihan berupa kekuatan super yang melebihi manusia pada umumnya.
Jeliban Bona, sangatlah suka makan. Tak heran jika tubuhnya gemuk. Ia memiliki kelebihan yang unik berupa dapat berbica dengan hewan.
Ringsa Bunga, parasnya sangat cantik persis seperti ibunya. Ia memiliki kelebihan berupa suara yang merdu. Siapapun yang mendengar suaranya pasti akan terbuai dengan alunan nada sampai-sampai bisa tertidur.
Puncankarna, merupakan anak yang paling cerdas diantara mereka semua. Ialah yang mengajari para saudaranya membaca, menulis dan menghitung yang ia dapatkan secara otomatis lewat perantara mimpi. Selain itu, ia memiliki kelebihan berupa menghasilkan api tanpa menggunakan apapun dan pandai memanjat.
Spatika Hiyang, julukannya si kecil manja. Mungkin karena ia adalah anak yang paling bungsu. Ia paling disayang oleh saudara-saudaranya. Sampai saat ini, ia masih belum bisa menemukan kekuatan apa yang ada dalam dirinya. Spatika memakai kalung yang berisi foto Gandhari, Ibunya.
Suatu hari, sepulang mencari kayu bakar mereka melihat sebuah kertas berisi sayembara yang diadakan oleh Raja Wangsawarman.
“Kak, coba lihat itu. Hadiahnya lumayan Kak, Ayo kita ikut” ujar Puncankarna
“Tapi, kita harus mencari kemana?” sambung Ringsa bingung.
“Tenang saja, selama kita bersatu, kita pasti bisa melewati apapun saudara-saudara-saudaraku.” tambah Satria.
Akhirnya mereka pun memutuskan untuk mengikuti sayembara yang diadakan oleh Raja Wangsawarman. Mereka pun pergi untuk mencari ratu yang hilang tanpa arah dan tujuan yang pasti, namun sebelumnya mereka berpamitan dengan Minawati.
“Mek, kami pergi dulu ya.” kata Satria.
“Iya Nak, hati-hati ya. Demmek hanya bisa memberikan kalian ini sebagai bekal. Demmek tidak punya apa-apa lagi. Ini adalah biji pinang ajaib yang Demmek dapatkan dari kawan lama. Biji ini bisa tumbuh dengan cepat. Tanamlah ini jika kalian sedang kelaparan.” ujar Minawati sambil menyodorkan 2 biji pinang ajaib.
“Terima kasih banyak.” sahut Spatika sambil memeluk Minawati. Saudara yang lainnya pun langsung ikut bepelukan menyatu dalam kehangatan.
Suatu hari saat mereka sedang dalam perjalanan untuk mencari keberadaan sang ratu, mereka berjumpa dengan seorang kakek yang duduk termenung di depan sebuah goa yang masih berada dalam hutan.
“Mengapa Anek Laki termenung? Sepertinya sedang bersedih? Ada apa Anek Laki?” tanya Spatika.
“Anek lapar nak, bolehkah Anek meminta sedikit makanan?” tanya Anek laki.
“Kasihan sekali. Kami hanya mempunyai ini nek, ini adalah biji pinang sendawar ajaib bekal dari Demmek kami.” sahut Satria sambil menyodorkan satu dari dua biji pinang ajaib itu.
Dalam hitungan detik setelah ditanam dari tanah, biji itu tumbuh menjadi pohon pinang yang langsung berbuah. Sang kakek langsung memetik buah pinang itu dan melahapnya.
“Nah, sekarang Anek sudah kenyang. Kalau boleh tau, apa tujuan kalian berkelana di tengah hutan yang sunyi ini?” tanya sang kakek.
“Kami berniat mengikuti sayembara untuk menemukan sang ratu Nek, tetapi kami masih belum bisa menemukan lokasi dimana sang ratu berada.”
“Oh, begitu. Kalau begitu biarkan Anek membantu kalian. Sekaligus tanda terima kasih Anek karena kalian sudah membantu. Sekarang ayo ikut Anek.” sambungnya
Tenyata kakek yang mereka tolong tadi adalah orang sakti. Kakek itu mengeluarkan sebuah cermin ajaib yang bisa menemukan lokasi keberadaan sang ratu.
“Wahai cermin ajaib, kakatakan padaku dimanakah keberadaan sang ratu.” kata kakek sambil membisikkan mantra.
Tak lama kemudian, cermin ajaib langsung menampakkan Menara Londong, lengkap dengan seekor ular yang sangat besar berlenggak-lenggok menelusuri Menara Londong.
“Apa Anek laki tahu lokasi Menara Londong?”
“Menara Londong terletak sangat jauh dari sini, kira-kira kalian akan memakan waktu 4 hari perjalanan dengan jalan kaki. Kalian harus berhati-hati karena penjara itu dijaga oleh seekor siluman ular yang sangat besar”
Mereka pun langsung melanjutkan perjalanan hingga akhirnya mereka berhenti karena matahari mulai terbenam dan hari sudah mulai gelap. Perjalanan mereka pun terjeda oleh dialog singkat.
“Kak, kenapa kau tidak menggunakan kekuatanmu untuk membuat obor. Hari sudah mulai gelap” sahut Spatika sambil menyodorkan sebatang kayu.
“Oh iya, benar juga katamu” sahut Puncankarna. Dengan kekuatannya ia langsung menyemburkan api dari tangannya tanpa menggunakan korek api.
Mereka pun langsung melanjutkan perjalanannya kembali. Sinar rembulan berkilau terang berpadu dengan hangatnya obor menggambarkan semangat mereka yang masih berkobar. Tiba saatnya mereka beristirahat dan melanjutkan perjalanan esok hari. Namun, mereka sangat kedinginan karena sepoi angin malam mulai menembus kulit.
“Apa kalian tidak merasa kedinginan?” tanya Puncankarna
“Dingin sekali di sini kak” jawab Spatika.
“ Kalau begitu, bagaimana kalau kita membuat tenda dari daun lebar dan ranting besar yang ada diatas sana.” usul sambil menunjuk pohon besar yang ada diatas sana
“Tapi bagaimana bisa? Pohon itu kan tinggi sekali.” keluh Ringsa
“Tenang saja, serahkan semuanya padaku” sahut Puncankarna sambil tersenyum.
Puncankarna langsung memanjat pohon yang tinggi itu dengan lincahnya. Sepertinya, memanjat pohon bukan merupakan hal yang sulit bagi Puncankarna. Tidak terlihat rasa takut dalam raut wajahnya. Setelah mengumpulkan daun dan ranting, tenda pun segera mereka siapkan. Akhirnya mereka pun terlelap ditemani alunan nada jangkrik yang berulang.
Keesokan hari di pagi yang cerah, mereka pun segera melanjutkan kembali perjalanan untuk mencari sang ratu. Ditengah perjalanan, mereka berjumpa dengan elang yang sangat besar. Elang tersebut terperangkap dalam jaring pemburu.”Wah, kasihan sekali elang itu. Ayo kita bantu dia!” seru Satria.
Satria dan para saudaranya langsung menolong elang itu. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk menyelamatkan elang tersebut. Akhirnya, elang tersebut terbebaskan. Elang tersebut berkicau berkali-kali sambil mengepakkan sayapnya. Mereka semua tidak menyadari bahwa elang tersebut mengatakan sesuatu, kecuali Bona.
“Elang itu berterimaka kasih pada kita.” kata Bona. Tak lama elang tersebut berkicau lagi.
“Elang itu bertanya pada kita. Sedang apa kita di hutan?” sambung Bona.
Bona pun menjawab pertanyaan elang dengan kemampuan istimewa yang ia punya, “Kami sedang mengikuti sayembara untuk menemukan sang Ratu. Sekarang kami sedang dalam perjalanan menuju Menara Londong, Elang.
Elang tersebut langsung menyambung dengan kicauan lagi. Rupanya elang tersebut berniat untuk memberikan mereka tumpangan ke Menara Londong. Mereka berlima pun langsung menaiki tubuh elang yang sangat besar dan elang tersebut langsung terbang tinggi mencakar langit yang biru nan cerah itu.
Tak lama kemudian, Menara Londong sudah mulai terlihat. Tibalah mereka di menara londong. Mereka langsung masuk ke dalam Menara Londong, dan menaiki anak tangga yang berputar di dalam Menara Londong. Ketika menaiki anak tanggga, mereka dihadang oleh Catra, siluman ular yang menjaga Menara Londong.
“Waduh, bagaimana ini?!” seru Spatika dengan wajah panic.
“Kalian semua tutup kuping ya!” perintah Ringsa. Mereka berempat pun langsung mengikuti apa yan dikatakan Ringsa.
Ringsa pun langsung mengalunkan tembang yang merdu sekali. Sangking merdunya sampai-sampai-sampai sang siluman ular tertidur. Mereka pun langsung melanjutkan menaiki anak tangga sampai akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan. Saat mencoba membuka pintu, mereka tidak bisa karena pintunya terkunci.
Dengan kekuatan super yang ia miliki, Satria langsung mendobrak pintu kemudian mereka semua langsung berlarian memasuki ruangan itu. Mereka melihat sang ratu yang sedang duduk termenung. Tidak dengan gaun yang indah dan mahkota, namun dengan rambut yang berantakan, baju kusam, dan berurai air mata. Sungguh menyedihkan, berada sangat lama di dalam penjara bukan merupakan hal yang ia inginkan. Sang ratu bingung dan merasa sedikit panik sampai pada ia bertanya pada kelima bersaudara.
“Siapa kalian? Sedang apa kalian disini?” ujar sang Ratu.
“Tenang saja, Ratu, kami datang untuk menyelamatkanmu. Sekarang ayo kita pulang.” jawab Satria.
“Aku tidak bisa berdiri, karena berada terlalu lama dalam penjara dan tidak menggunakan kaki untuk beraktifitas. Kakiku menjadi lumpuh.” jawab ratu sedih.
“Kasihan sekali baginda Ratu, siapa yang tega melakukan ini padamu?” ujar Spatika menangis sambil memeluk sang ratu. Rupanya, air mata tulus Spatika menetes hingga mengenai kaki sang Ratu dan ajaibnya, kaki sang Ratu yang tadinya lumpuh bisa ia gerakkan dan saat ia mencoba berdiri. Ya, ia bisa berdiri!
“Wah, bagaimana mungkin. Air mata mu memiliki kekuatan untuk menyembuhkan penyakit!”
“Iya, Ratu, aku juga baru menyadarinya!” sahut Spatika gembira.
Ratu Gandhari melihat sebuah kalung yang tidak asing. Saat membuka kalung itu, ia menemukan wajah seseorang mirip seperti dirinya. “Ini kalungku. Darimana kamu mendapatkan ini?”
“Kata Demmek Minawati, kalung ini sudah ada sejak aku masih kecil”
“Apa kalian berlia ini saudara? Kalau begitu, berarti kalian adalah anak-anakku yang telah lama hilang. Terima kasih, tuhan! Rupanya kau telah menjawab doaku selama ini untuk bertemu dengan anak-anakku. Anak-anakku masih hidup!” seru sang Ratu bahagia sekaligus haru.
“Sekarang, ayo kita pulang, Nak.”
“Tunggu dulu ibu, bagaimana dengan Demmek Minawati?“
“Jangan khawatir anak-anak kita akan membawa Minawati ke istana.”
Dengan
elang yang masih setia menunggu, mereka pun beralih menuju gubuk sederhana
Minawati. Tak lama kemudian, mereka sampai di gubuk Minawati. Setelah
menjelaskan semua yang terjadi, mereka pun membawa Minawati untuk tinggal di
istana sebagai ucaan terimakasih karena Minawati yang telah merawat anak-anak
sang ratu seperti anak kandungnya sendiri. Saat mereka tiba di istana, suasana
di istana sangatlah ramai. Rupanya Wangsawarman dan Candralocana akan
melangsungkan pernikahan.
Mereka
pun langsung masuk ke dalam istana. Satu langkah lagi menuju ikatan suami
istri, prosesi perkawinan terhenti oleh teriakan dari sang ratu.
“Hentikan semua ini, Kakanda!” teriak Ratu Gandhari
“Gandhari, kamu masih hidup?! Siapa mereka?” seru Wangsawarman dengan perasaan bercampur aduk antara senang dan heran.
“Mereka adalah anak-anakmu kakanda. Mereka yang berhasil menemukanku. Semua ini terjadi karena niat busuk Candralocana yang ingin merebut tahta kerajaan. Jadi, ia berniat untuk memusnahkanku dengan cara mengurungku di Menara Londong dan menghanyutkan anak-anakku ke sungai agar tidak ada seorang pun yang menghalanginya!” seru Gandhari menerangkan apa yang terjadi
“Maafkan saya Baginda, saya tidak beran memberitahu Baginda karena saya diancam oleh Candralocana.” sambung Harina.
“Kamu sungguh jahat Candralocana! Pengawal, bawa ia ke penjara bawah tanah dan kurung ia di sana!”
“Tunggu Baginda raja. Aku bisa menjelaskan semua ini” Sahut Candralocana mengalihkan pembicaraaan.
Sang Ratu langsung mencegat “Tahan dulu, Kanda, bila kau memenjarakannya, apa bedanya kau dengannya? Sama-sama keji. Jadi pengawal, bawalah ia ke hutan terpencil agar ia bisa belajar untuk menikmati hidup yang ia punya dan tidak jadi orang yang gila harta dan kedudukan.” kata Ratu Gandhari
Candralocanapun langsung dibawa oleh pengawal itu ke sebuah hutan terpencil yang tadinya ditinggali oleh Minawati.
Dan pada akhirnya, Minawati, wanita pencari kayu bakar diutus oleh sang raja menjadi penasihat kerajaan. Mereka semua hidup bahagia. Kerajaan yang tadinya kacau balau kini mulai kembali seperti sedia kala karena sang ratu sudah kembali. Dan kini, kerajaan mempunyai anggota baru, yaitu anak-anak luar biasa yang semakin menambah warna-warni kehidupan di kerajaan.
0 komentar:
Posting Komentar